Semarang adalah kota yang kupilih menjadi homebase-ku. Aku lahir dan besar di klaten. Makanya aku sering menyebut diriku coklat, cowok klaten. Istriku lahir di Wonogiri namun sejak usia 2 tahun sampai anak kami lahir tinggal di Jakarta.
Aku tinggal di Semarang sejak 2 Agustus 1999, sejak pindah kerja dari Ambon Manise yg sedang dilanda kerusuhan. Beberapa tempat kost telah aku singgahi, antara lain di Jl. Kelud, Jl. Mahesa, Jl. Menoreh. Setelah aku menikah, aku tinggal rumah dinas di daerah Ngesrep. Selang 2 tahun, aku, istri, dan anakku menempati rumah sendiri di Perum Taman Puri Sartika, yang elok dan asri. Karena saya dan istri harus bekerja, anak kami diasuh oleh pembantu.
Yang pertama, panggil saja Bu dhe. Masih ada hubungan kerabat jauh sama ortu di klaten. Karena masih ada hubungan kerabat tsb, terjadi kesungkanan-kesungkanan yg mengakibatkan Bu dhe pulang.
Yang kedua, panggil juga Bu dhe. Orang grobogan. Sebenarnya kami cocok. Namun ditengah perjalanan bu dhe sakit dan tidak dapat mengasuh anak kami lagi.
Yang ketiga si A, anak remaja dari grobogan.
Yang keempat si B, juga anak remaja dari grobogan.
Yang kelima si C, anak remaja dari temanggung.
Yang keenam si D, anak remaja dari magelang.
Yang ketujuh si E, ibu muda dari gubug, grobogan.
Yang sekarang ini, yang kedelapan, Bu dhe dari Ambarawa.
Sampai anak kami berusia 5 tahun, kami telah berganti pembantu 8 kali. Dari si A s.d. si E, karena mereka masih muda, selalu saja ada "laporan" dari tetangga tentang cara mengasuh anak yg kurang bagus. Rata-rata sih mereka sibuk pacaran, baik dengan orang sekitar rumah maupun orang jauh melalui telpon. Maklum, usia mereka seharusnya masih cocok untuk bersenang-senang, belum waktunya bekerja. Ada lagi, dengan pembantu yang masih remaja, saya dan istri harus bangun pagi-pagi, masak ! Masakin buat anak dan pembantu kami, karena mereka tidak bersedia masak. Kalau ndak sempat masak, maka harus menyempatkan diri membeli makanan matang. Tapi bagaimanapun juga, kami membutuhkan mereka. Kami hanya bisa berdoa, semoga pembantu kami diberi kesabaran dalam ngasuh anak. Kami selalu memohon kepada Allah agar anak kami dijaga-Nya, sehingga pembantu kami tidak memperlakukan anak kami dgn tidak semestinya. Saya dan istri selalu berusaha ngalah kalau berhadapan dengan pembantu. Paling-paling menegur dengan hati-hati kalau ada hal yang kami rasa tidak pas. Sebab kalau kami menegur dengan keras atau bahkan marah, kami takut anak kami yg masih kecil menjadi ajang dendam.
Semoga saja pembantu kami yang sekarang bisa bertahan lama.................
Baca selengkapnya......