Aja lali marang kabecikaning liyan *** Aja sira degsura, ngaku luwih pinter tinimbang sejene *** Aja rumangsa bener dhewe, jalaran ing donya iki ora ana sing bener dhewe *** Aja wedi kangelan, jalaran urip aneng donya iku pancen angel *** Aja gawe seriking ati liyan *** Aja golek mungsuh *** Aja sira mulang gething marang liyan jalaran iku bakal nandur cecongkahan kang ora ana wusanane *** Aja ngumbar hawa napsu, mundhak sengsara uripmu *** Aja melik darbeking liyan *** Aja cidra ing janji *** Aja dumeh *** Aja kumalungkung *** Aja kumingsun *** Aja gumedhe *** Aja ngrusak pager ayu *** Aja dahwen *** Aja drengki *** Aja kuminter *** Aja ambeg siya *** Aja ngece wong ora duwe *** Aja kegedhen rumangsa *** Aja adigang-adigung-adiguna *** Aja nggege mangsa *** Aja nampik rejeki *** Aja panasten *** Aja seneng gawe gendra, jalaran gawe gendra iku sipating demit *** Aja seneng yen dialem, aja sengit yen cinacad *** Aja lali piwulang becik *** Aja aweh kasekten marang durjana *** Aja lali marang kahanan kang marakake perang, jalaran yen sira tansah lali bakal tansah ana perang bae *** Aja selingkuh *** Aja seneng madon *** Aja seneng main *** Aja seneng maido *** Aja seneng madad *** Aja seneng nyaru *** Aja bosenan/jelehan *** Aja nggebyah uyah padha asine *** Aja dadi wong pinter keblinger *** Aja mung tuwa tuwas *** Aja golek menange dhewe *** Aja gampang kelu ing swara *** Aja taberi utangan *** Aja seneng royal *** Aja pisan nacad liyan, ora ana wong kang ora cacad *** Aja wedi marang penggawe becik, lan wani marang penggawe ala *** Aja seneng nggampangake

Jumat, 27 Maret 2009

Caleg oh caleg.......

Tanggal 9 April 2009, dimana kredibilitas seorang caleg (sedikit-banyak) akan dipertaruhkan, tinggal beberapa hari lagi. Segala daya dan upaya dikerahkan para caleg untuk dapat merebut hati pemilih. Dari yang cuma menebar janji-janji doank, membagi sembako, membagi kaos, ataupun bahkan membagi-bagi uang baik secara terang-terangan ataupun secara gelap-gelapan. Intinya satu, mereka berusaha merebut hati kita, agar mau mencontreng namanya di "pesta demokrasi" yang akan segera kita gelar.

Dalam hati kecil, ingin kucontreng-contreng wajah para caleg yang dengan tanpa malu-malu telah berusaha membeli suara itu dengan pena yang tak dapat dihapus seumur hidupnya. Biar wajah mereka coreng-moreng sekalian. Bayangkan, hanya dengan modal 5 juta saja, "konon kabarnya" seorang caleg sudah berani berharap banyak untuk dapat meraih kemenangan dalam satu RW yang terdiri dari 2 TPS. Sungguh terlalu ! Sudah sebegitu murahkah arti "suara rakyat" di negeri ini? Dua puluh ribu rupiah untuk 5 tahun??? Belum menjadi wakil rakyat saja telah melakukan upaya pembodohan.

Bagi kita yang berpenghasilan cukup/lebih, diberi 1 juta per-suara-pun, barangkali pada hari H nya nanti bisa tetap milih seorang caleg sesuai hati nurani, mengingat penghasilan rutin kita jauh lebih besar dibanding "sogokan" caleg yang cuma se-upil tadi. Tetapi, bagi Saudara-saudara kita yang kebetulan berpenghasilan pas-pasan / kurang, kemungkinan akan benar-benar menjual suaranya dengan harga murah. Bukan karena mereka benar-benar bodoh, tapi karena telah dibodohi / dimanfaatkan para caleg yang didukung para "tokoh masyarakat" yang yang menjembatani terjadinya hubungan antara warga dan caleg tersebut. Warga kurang mampu bisa saja menganggap "pemberian" caleg itu sudah sepantasnya dibalas dengan pemberian suara. Bagi mereka, toh diberikan kepada siapapun suara itu, tidak akan mempengaruhi kehidupannya. "Sama-sama tidak berpengaruh bagi kehidupannya, tidak ada salahnya diberikan pada orang yang telah nyata-nyata memberikan bantuan, meskipun cuma 5 juta buat warga sekampung", dalih tokoh masyarakat yang bertindak sebagai broker.

Mumpung pemilu masih beberapa hari lagi, mari kita renungkan kembali bersama-sama. Apakah kita akan "menggadaikan" masa depan / nasib seluruh anak bangsa kepada caleg yang nyata-nyata telah berusaha melakukan jual-beli suara itu? Kalau iya, kasihan KPK. Beban berat menanti mereka, karena harus mengejar-ngejar koruptor yang akan bermunculan di kelak kemudian hari. Memberi kesempatan caleg yang tanpa malu-malu bersedia membeli suara, sama saja kita siap berhutang pada rentenir / lintah darat !

Alangkah bijaknya jika kita berprinsip : Sama-sama tidak mengenal caleg, jangan sampai memilih caleg yang getol membeli suara. Insya Allah, bangsa kita tidak hanya menjadi bangsa yang berkembang, tapi menjadi bangsa yang maju, yang dihargai bangsa-bangsa lain di seluruh penjuru dunia. Dengan perlawanan terhadap praktek jual-beli suara inilah, hidup kita tak akan tergadaikan. Kalau masih ada caleg yang amanah di sekitar kita, mengapa harus memilih caleg model rentenir / lintah darat?

Merdeka !!!!!

Baca selengkapnya......

Sabtu, 14 Maret 2009

Menggunakan Facebook dengan bijak

Tak terasa, saat ini demam facebook hampir terjadi dimana-mana. Mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, politikus, karyawan swasta, dan PNS-pun berbondong-bondong mencicipi enaknya menggunakan fasilitas facebook. Semua itu berawal dari kisah suksesnya Mr. Barrack Obama menduduki tahta kepresidenan yang antara lain disumbangkan oleh penggunaan facebook pada masa kampanyenya.

Yang menjadi persoalan, tidak semua pengguna mampu memanfaatkan facebook tersebut secara bijaksana. Pada beberapa orang facebook telah menjadi candu, dan digunakan secara berlebihan sehingga penggunaaan facebook dimaksud justru mengganggu kinerjanya, yang pada akhirnya juga mengganggu kinerja perusahaan/instansi tempat dia bekerja.

Sebelum jauh melangkah, mari kita bersama-sama menyimak artikel berikut ini :
1.
Sri Mulyani : Kalau Buka Internet, Jangan Hanya Facebook
2.
Facebook, Membuat Networking atau Not Working?
Dari dua artikel tersebut, dapat kita lihat betapa khawatirnya orang tua/pimpinan kita terhadap dampak buruk yang ditimbulkan penggunaan facebook pada mahasiswa/karyawannya. Kekhawatiran tersebut tidak dapat kita salahkan, mengingat kebiasaan kita (orang Indonesia) rata-rata kurang mempunyai kedisiplinan diri yang tinggi, sehingga kurang dapat membedakan kapan waktunya membuka facebook dan kapan seharusnya belajar/bekerja kembali dengan penuh konsentrasi dan dedikasi.

Lantas, bagaimana sikap kita dalam menghadapi fenomena facebook ini? Menolak hadirnya suatu fasilitas teknologi tentu dapat menjadikan kita kuper dan gaptek. Namun menggunakannya secara berlebihan tentu juga akan menimbulkan efek buruk. Yang terbaik tentunya adalah menggunakannya dengan bijaksana dan bertanggung jawab. Istilah kerennya ya kita harus profesional dan proporsional. Cara yang dapat ditempuh antara lain :

Pertama : Gunakan sesuai kebutuhan, dan jangan terlalu menuruti keinginan.

Kedua : Mulai sekarang kurangi atau bila mungkin jangan online di facebook pada jam kerja, jika hanya sekedar iseng-iseng. Namun jika memang diperlukan dalam rangka penyelesaian suatu pekerjaan, mengapa tidak? Diskusi dengan teman (mengenai penyelesaian suatu pekerjaan) melalui fasilitas chatting di facebook tentu lebih menghemat biaya kantor dan jauh mengasyikkan jika dibanding harus menggunakan telpon interlokal. Sedang kalau mau iseng-iseng atau sekedar say hello pada teman lama, ya sebaiknya kita lakukan pada jam istirahat atau setelah pulang ke rumah masing-masing. Ringkasnya, jangan istirahat di jam kerja, dan jangan kerja di jam istirahat.
Begitukah?




Baca selengkapnya......