Belakangan hari ini di beberapa desa di Semarang menyelenggarakan sedekah bumi apitan. Salah satu kegiatan yang
diselenggarakan dalam tradisi tersebut adalah menanggap wayang kulit. Kalau mendengar wayang kulit, saya selalu ingat makluk-makluk lucu bernama Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Dari bibir mereka selalu keluar banyolan-banyolan yang segar, namun seringpula mengandung banyak petuah.
Satu petuah yang saya ingat adalah agar kita jangan menggunakan ilmu ember. Secara garis besar, dapat saya gambarkan sebagai berikut :
diselenggarakan dalam tradisi tersebut adalah menanggap wayang kulit. Kalau mendengar wayang kulit, saya selalu ingat makluk-makluk lucu bernama Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Dari bibir mereka selalu keluar banyolan-banyolan yang segar, namun seringpula mengandung banyak petuah.
Satu petuah yang saya ingat adalah agar kita jangan menggunakan ilmu ember. Secara garis besar, dapat saya gambarkan sebagai berikut :
Melihat ayahnya yang akhir-akhir ini uring-uringan, Bagong curhat sama Petruk.
Bagong : "Kang, romo Semar sekarang koq sukanya pakai ilmu ember ya?"
Petruk : "Maksudnya apa Gong?"
Bagong : "Gini maksudku. Kalau ada orang tua nabrak ember yang berisi air buat ngepel dan tumpah, ia akan marah-marah, bilangnya ANAK GAK TAHU ATURAN, NARUH EMBER SEMBARANGAN. Sebaliknya, kalau ada anak yang nabrak ember yang berisi air buat ngepel dan tumpah, iapun marah-marah, bilangnya ANAK GAK HATI-HATI, MATANYA DITARUH DIMANA, EMBER SEGITU BESARNYA KOQ DITABRAK-TABRAK."
Bagaimana dengan kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar